Pengertian "SANTRI" menurut bahasa Arab. Yaitu berasal
dari kata "santaro", yang mempunyai jama' (plural) sanaatiir
(beberapa santri). Di balik kata santri tersebut yang mempunyai 4 huruf arab
(sin, nun, ta', ra'), seorang ulama’, lain mengimplementasikan kata santri
sesuai dengan fungsi manusia, Adapun 4 huruf tersebut yaitu :
Sin. Yang artinya
"satrul al aurah" (menutup aurat) sebagaimana selayaknya kaum santri
yang mempunyai ciri khas dengan sarung, peci, pakaian koko, dan sandal alakadarnya
sudah barang tentu bisa masuk dalam golongan huruf sin ini, yaitu menutup
aurat. Namun pengertian menutup aurat di sini mempunyai dua pengertian yang
keduanya saling ta'aluq atau berhubungan. Yaitu menutup aurat secara
tampak oleh mata (dhahiri) dan yang tersirat atau tidak tampak (bathini).
Menutup aurat secara dhahiri gambarannya sesuai dengan gambaran yang telah ada menurut syari'at Islam. Mulai dari pusar sampai lutut bagi pria dan seluruh tubuh kecuali tangan dan wajah bagi wanita. Gambaran tersebut merupakan gambaran yang sudah tersurat atau aturan-aturan yang sudah jelas dalam syari'at. Namun satu sisi yang kaitannya makna yang tersirat (bathini) terlebih dahulu kita harus mengetahui apa sebenarnya tujuan dari perintah menutup aurat. Manusia sebagai mahluk yang mulia yang diberikan nilai lebih oleh Allah berupa akal menjadikan posisi manusia sebagai mahluk yang sempurna dibandingkan yang lain. Dengan akal tersebutlah akan terbentuk suatu custom atau habitual yang tentu akan dibarengi dengan budi dan naluri, yang nantinya manusia akan mempunyai rasa malu jikalau dalam perjalanannya tidak sesuai dengan riel–riel yang telah di tentukan oleh agama dan habitual action atau hukum adab setempat.
Yang kaitannya dengan hal ini, tujuan utama manusia menutup aurat tak lain adalah menutupi kemaluan yang dianggap fital yang berharga. Andaikata manusia sudah tidak dapat lagi menutup kemaluannya yang fital dan berharga itu, berarti sudah dapat ditanyakan kemanusiaannya antara manusia dan mahluk yang lain semisal hewan.
Menutup aurat secara dhahiri gambarannya sesuai dengan gambaran yang telah ada menurut syari'at Islam. Mulai dari pusar sampai lutut bagi pria dan seluruh tubuh kecuali tangan dan wajah bagi wanita. Gambaran tersebut merupakan gambaran yang sudah tersurat atau aturan-aturan yang sudah jelas dalam syari'at. Namun satu sisi yang kaitannya makna yang tersirat (bathini) terlebih dahulu kita harus mengetahui apa sebenarnya tujuan dari perintah menutup aurat. Manusia sebagai mahluk yang mulia yang diberikan nilai lebih oleh Allah berupa akal menjadikan posisi manusia sebagai mahluk yang sempurna dibandingkan yang lain. Dengan akal tersebutlah akan terbentuk suatu custom atau habitual yang tentu akan dibarengi dengan budi dan naluri, yang nantinya manusia akan mempunyai rasa malu jikalau dalam perjalanannya tidak sesuai dengan riel–riel yang telah di tentukan oleh agama dan habitual action atau hukum adab setempat.
Yang kaitannya dengan hal ini, tujuan utama manusia menutup aurat tak lain adalah menutupi kemaluan yang dianggap fital yang berharga. Andaikata manusia sudah tidak dapat lagi menutup kemaluannya yang fital dan berharga itu, berarti sudah dapat ditanyakan kemanusiaannya antara manusia dan mahluk yang lain semisal hewan.
Hal yang terpenting di sini adalah bagaimana manusia menutupi dan
mempunyai rasa malu dalam hal sifat dan perilaku secara dhahiri atau bathini.
Sebagimana disinggung dalam salah satu hadits : "Alhayaa'u minal
iman", malu sebagian dari iman. Tentunya hal ini sudah jelas betapa besar
pengaruhnya haya' atau malu dalam kacamata religius (agama) maupun sosial
kemasyarakatan.
Nun. Yang berarti
"naibul ulama" (wakil dari ulama). Dalam koridor ajaran Islam
dikatakan dalam suatu hadits bahwa : "al ulama warasatul ambiya' (ulama
adalah pewaris nabi). Rasul adalah pemimpin dari ummat, begitu juga ulama.
Peran dan fungsi ulama dalam masyarakat sama halnya dengan rasul, sebagai pengayom
atau pelayan ummat dalam segala dimensi. Tentunya di harapakan seorang ulama
mempunyai kepekaan-kepekaan sosial yang tahu atas problematika dan perkembangan
serta tuntutan zaman akibat arus globalisasi dan modernisasi, serta dapat
menyelesaikannya dengan arif dan bijak atas apa yang terjadi dalam
masyarakatnya.
Kaitannya dengan naibul ulama, seorang santri di tuntut mampu
aktif, merespon, sekaligus mengikuti perkembangan masyarakat yang
diaktualisasikan dalam bentuk sikap dan perilaku yang bijak. Minimal dalam
masyarakat kecil yang ada dalam pesantren. Sebagaimana yang kita tahu,
pesantren merupakan sub-kultur dari masyarakat yang majemuk. Dan dengan
didukung potensi yang dimiliki kaum santri itulah yang berfungsi sebagai modal
dasar untuk memberikan suatu perubahan yang positif sesuai dengan yang di
harapkan Islam.
Ta'. Yang artinya
"tarku al ma'shi" (meninggalkan kemaksiatan). Dengan dasar yang
dimiliki kaum santri, khususnya dalam mempelajari syari'at, kaum santri
diharapkan mampu memegang prinsip sekaligus konsisten terhadap pendirian dan
nilai-nilai ajaran Islam serta hukum adab yang berlaku di masyarakatnya selagi
tidak keluar dari jalur syari'at. Kaitannya hal tersebut yaitu seberapa jauh
kaum santri mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan dan sejauh mana pula
ia memegang hubungan hablum minallah dan hablum minannas, hubungan horizontal
dan vertikal dengan sang khaliq dan sosial masyarakat. Karena tarku al ma'shi
tidak hanya mencakup pelanggaran-pelanggaran hukum yang telah ditetapkanNya, tetapi
juga hubungan sosial dengan sesama mahluk, baik manusia ataupun yang lain.
Ra'. Yang artinya
"raisul ummah" (pemimpin ummat). Manusia selain diberi kehormatan
oleh Allah sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding yang lain. Manusia
juga diangkat sebagai khalifatullah di atas bumi ini. Sebagaimana diterangkan
dalam firmanNya "inni ja'ilun fil ardhi khalifah" (QS. Al-Baqarah :
30), yang artinya "Sesungguhnya aku ciptakan di muka bumi ini seorang
pemimpin."
Kemuliaan manusia itu ditandai dengan pemberianNya yang sangat
mempunyai makna untuk menguasai dan mengatur apa saja di alam ini, khususnya
ummat manusia. Selain itu pula peranan khalifah mempunyai fungsi ganda.
Pertama, ibadatullah (beribadah kepada Allah) baik secara individual maupun
sosial, dimana sebagai mahluk sosial dalam komunitas berbangsa, ummat Islam
juga dituntut memberikan manfaat kepada orang lain dalam kerangka ibadah
sosial. Kedua, 'imaratul ardhi, yaitu membangun bumi dalam arti mengelola,
mengembangkan, dan melestarikan semua yang ada. Jika hal-hal yang berkaitan
dengan kebutuhan manusia itu hukumnya wajib. Maka melestarikan, mengembangkan,
serta mengelola pun hukumnya wajib. Sebagaimana di jelaskan dalam salah satu
kaidah fiqih; "ma la yatimmu bihi wajib fahuwa wajibun", sesuatu yang
menjadikan kewajiban maka hukumnya pun wajib.
Gambaran di atas merupakan suatu peran serta tanggung jawab seorang santri, dalam hal pengembangan. Di situlah diperlukan suatu mentalitas religius serta totalitas kesadaran, karena kaum santrilah yang dapat dijadikan harapan dalam mengembalikan konsep-konsep ajaran Islam.
Gambaran di atas merupakan suatu peran serta tanggung jawab seorang santri, dalam hal pengembangan. Di situlah diperlukan suatu mentalitas religius serta totalitas kesadaran, karena kaum santrilah yang dapat dijadikan harapan dalam mengembalikan konsep-konsep ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar