Rabu, 06 Juli 2022

 بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

 Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢  إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣


~     Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

1.      Yang pertama     : 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

2.      Yang kedua        : 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

3.      Yang ketiga        : 10 hari pertama bulan Al Muharram.

~     Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:

Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

 (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

KEUTAMAAN-KEUTAMAAN BULAN DZULHIJJAH

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

1.      ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري(

2.      مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ (رواه احمد(

3.      مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ ‏‏عَرَفَةَ (رواه مسلم(

4.      مَا رُؤِيَ الشَّيْطَانُ يَوْمًا هُوَ فِيْهِ أَصْغَرُ، وَلَا أَدْحَرُ وَلَا أَحْقَرُ، وَلَا أَغْيَظُ مِنْهُ فِي يَوْمِ عَرَفَةَ (رواه الإمام مالك

Imam Malik dalam al-Muwaththa’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Maknanya: “Tidaklah setan terlihat lebih terhina, lebih terusir, lebih ternista dan lebih marah kecuali pada hari arafah” (HR Imam Malik)

5.      ‏‏أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ ‏‏عَرَفَةَ ‏‏وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ ‏لَا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ (رواه الإمام مالك(

Malam hari raya Idul Adha juga adalah salah satu malam yang mustajab untuk memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta'ala sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Syafi'i dalam kitab al-Umm:

بَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ: إِنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ: فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى، وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ، وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ

Maknanya: “Telah sampai berita pada kami bahwa dulu pernah dikatakan: Sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam: malam Jum'at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab dan malam nisfu Sya'ban.”

 

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

 

PUASA ARAFAH adalah di antara kekhususan umat Islam

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[9], …”[10]

 

~     Di dalam bulan Dzulhijjah ada sebuah hari yang sangat agung, yaitu hari Arafah. Pada hari tersebut disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji untuk melakukan puasa. Puasa Arafah dapat menggugurkan dosa-dosa selama dua tahun. Pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) lebih afdhal daripada pahala puasa Asyura (10 Al Muharram).

~     Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة (رواه النسائي(

“Puasa Asyura (10 Muharam) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. An Nasaa’i)

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ (رواه مسلم(

“Puasa arafah memiliki keutamaan menghapus dosa-dosa (kecil) setahun yang telah berlalu dan setahun yang akan datang” (HR Muslim)

 

~     Puasa Arafah termasuk keistimewaan ummat Islam, berbeda halnya dengan puasa Asyura. Oleh karena berkahnya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allah melipatgandakan penghapusan dosa dalam puasa Arafah dua kali lipat lebih besar daripada puasa Asyura. Walillaahil hamd.

 

PUASA TARWIYAH

C  Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitabnya “Al-Mughni”, beliau memaparkan dan menjelaskan kenapa sebab dinamakan hari ke 8 Dzulhijah itu dengan hari Tarwiyah. Dalam pandangan beliau setidaknya ada dua indikator (alasan) kenapa hari itu dinamakan Hari Tarwiyah. (kitab Al-Mughni 3/249).

C  Alasan pertama, mereka yang beribadah haji pada hari ke 8 Dzulhijah, setelah berihram, mereka menuju Mina untuk bermalam dan keesokan harinya mereka akan menuju Arafah. Pada saat di Mina itu para jamaah (seperti yang dikatakan Ibnu Qudamah) mempersiapkan air sebagai bekal untuk dibawa berwukuf di Arafah. Menyiapkan air ini diistilahkan dan mempunyai asal kata yang sama dengan ‘Yatarawwauna’, karena inilah hari ke 8 itu dinamakan Hari Tarwiyah.

C  Alasan kedua, dinamakan Tarwiyah (hari berpikir) karena di malam hari Tarwiyah itu Nabi Ibrahim A.S mendapatkan mimpi pertama kali dari Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail As. Seharian Baginda A.S. berpikir dan bertanya-tanya kepada dirinya, apakah perintah itu datangnya dari Allah atau dari syaitan. “Bertanya-tanya” itu juga diistilahkan dengan bahasa “Yurawwi” dan itu sebab dinamakan hari itu sebagai Hari Tarwiyah.

 

Ibadah puasa tarwiyah menjadi salah satu ibadah sunnah yang dilaksanakan sebelum Idul Adha. Niatnya :

نوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِّلِه تَعَالَى

 


BAGI PESERTA QURBAN

1.    Niat yang Ikhlas

2.    Bagi yang akan berkurban, disunnahkan mulai awal Dzulhijjah sampai dengan hewan qurbannya disembelih untuk TIDAK MEMOTONG RAMBUT DAN KUKUNYA

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي

“Apabila sepuluh hari pertama Zulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)"

 

-       Menurut Imam Malik dan Syafi'i, orang yang berkurban disunahkan tidak memotong rambut dan kuku sampai selesai penyembelihan. Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh.

-       Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunah.

-       Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

-       Dalam kitab Al Majmu', Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselematkan dari siksa api neraka di akhirat kelak.

 

Larangan potong kuku dan rambut disamakan dengan orang yang berihram

Masih menurut pendapat kelompok yang pertama, larangan memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban ini disamakan seperti orang yang sedang memaki baju ihram. Seperti orang yang berihram saat ibadah haji, mereka tidak boleh memotong kuku dan rambutnya pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.

Meskipun demikian, Imam An-Nawawi kurang setuju dengan pendapat tersebut. Beliau mengatakan:

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

“Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram"

 Pendapat lain menyebut bahwa yang dilarang dipotong adalah kuku dan rambut hewan kurban

Selanjutnya adalah pendapat yang kedua. Yang dilarang adalah memotong rambut dan kuku hewan kurban. Bukan orang yang berkurban. Alasannya, bulu, kuku, dan kulit hewan itu bisa jadi saksi saat akhirat nanti.

Dalam kitab fikih, pendapat ini sebetulnya tidak populer. Terutama fikih klasik,

Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyebut jika pendapat ini gharib. Alias aneh, unik, atau asing.

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

 

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

 Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban" (HR Ibnu Majah)

 

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi: لصاحبها بكل شعرة حسنة

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Setelah mengomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

 

3.    Apakah shohibul qurban (orang yang berqurban) berhak memperoleh hasil qurban? Dalam Hadis Riwayat Ahmad, Nabi Muhammad SAW bersabda “Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya” (HR Ahmad).

4.    Orang yang berqurban dianjurkan untuk memakan sebagian daging qurban, sementara bagian lainnya ditujukan untuk orang lain yang lebih membutuhkan.

5.    Orang yang berqurban karena nadzar tidak diperbolehkan mengambil daging qurban sedikitpun dan tidak boleh memanfaatkannya. Mazhab Hanafi dan Syafi’i,

6.    Selain itu, orang yang berqurban tidak boleh memilih bagian untuknya sendiri. Qs. Al-Hjj : 37

yang sampai kepada Allah bukan dagingnya, bukan darahnya tapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan kita dan dengan taqwa ini kendaraan terbaik dan pakaian terbaik yang kita kenakan untuk bisa menghadap Allah dan mempercepat kita melewati shirot guna menuju rahmat Allah yaitu surga.

 

BAGI PANITIA QURBAN

1.    Harus Amanah

2.    Dibolehkan Mewakilkan Kurban pada Suatu Kepanitian

وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – أَمَرَنِي اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا عَلَى اَلْمَسَاكِينِ, وَلَا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً – مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk mengurus unta (unta hadyu yang berjumlah 100 ekor, -pen) milik beliau, lalu beliau memerintahkan untuk membagi semua daging kurban, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh di punggung unta untuk melindungi diri dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan aku tidak boleh memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal (sebagai upah).” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 1707 dan Muslim no. 1317).

3.    Upah untuk Jagal??

Hadits ‘Ali di atas juga menunjukkan, “Bolehnya mengupah orang lain untuk menyembelih kurban asalkan upahnya tidak diambil dari hasil sembelihan kurban. Tidak boleh memberi tukang jagal sedikit pun dari daging kurban. Karena kalau memberi dari hasil kurban pada tukang jagal, itu sama saja menjual bagian kurban.” (Minhatul ‘Allam, 9: 299).

4.    Panitia berbeda dengan Tukang Jagal

Sebagaimana kata Ibnu Mulaqqin Asy Syafi’i dalam Al I’lam bi Fawaid Umdah Al Ahkam (6: 286), “Yang dimaksud jagal itu sudah diketahui bersama yaitu orang yang menangani pengulitan dan memotong daging hewan yang disembelih.”

Adapun menyamakan antara panitia kurban dengan jagal tidaklah tepat. Alasannya:

a)    Panitia lebih tepat dianggap sebagai wakil dari shohibul qurban. Kalau panitia kurban itu sebagai wakil, maka sah-sah saja jika wakil sohibul qurban memakan dari hasil kurban sebagaimana shohibul kurban boleh demikian. Panitia kurban bertugas lebih kompleks, mereka mencari siapa yang akan berkurban, mengurus penyembelihan bahkan sampai pada pendistribusian daging kurban kepada yang berhak atau sebagai hadiah.

b)   Jagal bertugas untuk memotong dan menguliti hewan kurban. Sedangkan panitia kurban saat ini bukan terbatas pada itu saja.

  

ANCAMAN BAGI YANG MAMPU YANG TIDAK MAU QURBAN

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya: "Barangsiapa yang mempunyai kelapangan rezeki (harta) tetapi tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat kami." (HR Ahmad (2/321), Ibnu Majah 3123, Al-Hakim (4/349), Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi)

 Bahkan dalam Hadis lain disebutkan: "Barangsiapa yang mempunyai kelapangan rezeki tetapi tidak mau berkurban, maka ia akan mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani."

 Rasulullah SAW juga bersabda:  "Tiga perkara yang bagiku hukumnya wajib, tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah dan sholat Dhuha." (HR Ahmad dan Al-Hakim)

 Keutamaan Berkurban Dalam Hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah disebutkan ganjaran dan keutamaan bagi orang yang berkurban. Dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang anak Adam mengerjakan amal ibadah yang paling dicintai Allah pada hari Nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari Kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya (sebagai saksi di hadapan Allah). Dan pahala kurban itu di sisi Allah lebih dahulu dari pada darah yang menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. Maka hiasilah dirimu dengan ibadah kurban." (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HADITS #25-26 KITAB ARBA'IN

Hadits Ke- 25 عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ...