Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam di dalam hadits yang panjang tentang 5 dosa besar yang
membinasakan, bersabda:
…وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ
أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ
عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ
مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا… أخرجه ابن ماجه و غيره
”…Tidaklah mereka mengurangi takaran
dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman
penguasa atas mereka. Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali
hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya
bukan karena hewan-hewan dan tumbuhan, niscaya manusia tidak akan diberi
hujan….”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1322) no. 4019, Abu Nu’aim, al-Hakim
dan yang lainnya. Dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan
Ibnu Majah (2/370) no. 4009)dan Silsilah ash-Shahihah.
Segala piji bagi Allah, Dzat Yang
Mengabulkan do’a orang-orang yang berada dalam keadaan darurat, dan
menghilangkan kesusahan orang-orang yang tertimpa kesusahan. Semoga Shalawat
dan Salam senantiasa tercurah atas Nabi kita Muhammad, atas keluarga, para
Shahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir hari
pembalasan. Amma ba’du:
Sesungguhnya di antara hikmah Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah tidak menjadikan hamba-hamba-Nya monoton berada dalam satu
keadaan saja, akan tetapi Dia Subhanahu wa Ta’ala mengatur keadaan
mereka dengan kesempitan (kesusahan) dan kelapangan, dan menguji mereka dengan
kebahagiaan dan kesusahan supaya mereka menghadap kepada-Nya dan
merengek-rengek di hdapan-Nya. Dia berfirman:
“وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ”.
”…Dan Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang ssebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan.” (QS.
Al-Anbiyaa’: 35)
Wahai saudara-saudara sekalian yang
tercinta, manusia dan makhluk hidup yang lain tidak bisa bisa lepas dari
ketergantungannya terhdap hujan, sehingga tanpa air semuanya akan mati. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“وَجَعَلْنَا مِنْ
الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ”
”… Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup… .” (QS.
Al-Anbiyaa’: 35)
Maka
perhatikanlah keadaan anda, tanpa air anda akan mati kehausan, tumbuh-tumbuhan
yang anda makan hanya tumbuh dan hidup dengan air, daging-daging dari binatang
yang anda makan juga hidup dengan air. Maka, tanpa air semuanya akan mati. Maka
betapa banyak kita butuh untuk mengetahui nimat-nikmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala atas kita yang ada dalam air agar kita bisa menjaganya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjelaskan hal itu dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:
“الَّذِي جَعَلَ
لَكُمْ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً
فَأَخْرَجَ بِهِ مِنْ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ
أَندَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ”
”
Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,
dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan
itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 22)
Jika
air berasal dari sisi Allah, apakah Dia Yang Mahapemurah akan menahannya dari
suatu kaum yang mentaati-Nya? Tidak, demi Allah tidak. Dan Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berjanji dan Dia tidak pernah mengingkari janji-Nya dengan
frman-Nya:
“وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنْ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ”
”
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96)
Dan dengan firman-Nya:
“وَأَلَّوْ
اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا”
” Dan bahwasannya: jikalau mereka
tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan
memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak) .” (QS. Al-Jin: 16)
Dan berkaitan dengan “terlambatnya
hujan” yang menyebabkan kekerngan di sebagian daerah di negeri kita, maka ada
beberapa hal yang perlu kita renungankan bersama:
Renungan Pertama:
Sesungguhnya
manusia jika mengeluhkan tentang kemarau negeri mereka dan “terlambatnya hujan”
dari waktu turunnya, maka yang paling tepat bagi mereka adalah mencari tahu sebab-sebab
hal tersebut agar mereka menjauhinya. Dan sesungguhnya di antara sebab terbesar
dari “terlambatnya hujan” adalah lalainya manusia dari beribadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, kerasnya hati mereka disebabkan kotoran yang menempel padanya
berupa dosa dan maksiat, sikap peremehan mereka dalam merealisasikan keimanan
dan takwa serta, lalainya (kurang seriusnya) mereka dalam menunaikan shalat dan
membayar zakat.
Maka
durhaka (maksiat) terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebab paling
mendasar dalam setiap musibah yang menimpa manusia, baik dalam skala pribadi
maupun masyarakat. Dosa-dosa telah membinasakan ummat-ummat terdahulu yang
hidup sebelum kita, dan ia juga akan membinasakan kita sebagaimana telah
membinasakan mereka, jika kita tidak meninggalkannya dan bertaubat.
Wahai
kaum Mu’minin sekalian, mari kita dengarkan sabda Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, yang mana beliau berlindung kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala agar para Shahabat beliau tidak menjumpai zaman di mana perbuatan
keji (zina) tersebar dan dilakukan dengan terang-terangan, takaran dan
timbangan dikurangi, dan zakat ditahan (tidak ditunaikan), sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
(يا معشرَ
المهاجرين، خمسٌ إذا ابتُليتم بهنّ وأعوذ بالله أن تدركوهنّ: لم تظهر الفاحِشة في
قومٍ قطّ حتى يعلِنوا بها إلاّ فشا فيهم الطاعون والأوجاعُ التي لم تكن مضَت في
أسلافهم الذين مضَوا، ولم ينقُصوا المكيالَ والميزان إلاّ أخِذوا بالسِّنين وشدَّة
المؤونةِ وجَور السلطان عليهم، ولم يمنَعوا زكاة أموالهم إلاّ منِعوا القطرَ من
السماء ولولا البهائم لم يمطروا، ولم ينقُضوا عهدَ الله وعهد رسولِه إلاّ سلَّط
الله عليهم عدوًّا من غيرهم فأخذَ بعضَ ما في أيديهم، وما لم تحكُم أئمّتهم بكتابِ
الله ويتخيَّروا ممّا أنزل الله إلا جعَل بأسَهم بينهم) رواه ابن ماجه وصححه
الحاكم
”Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian
terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak
menjumpainya- (niscaya akan turun kepada kalian bencana): (1)Tidaklah
nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali
akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang
tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya, (2)Tidaklah mereka
mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya
penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka, (3) Tidaklah mereka
menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari
mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan dan
tumbuhan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan, (4)Tidaklah mereka
melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan
menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa
atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki, (5)
Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan
Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan
oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di
antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih. Dan
dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)
Dan
obat dari itu semua adalah taubat dan istighfar. Maka musibah kita adalah
disebabkan dosa-dosa kita dan obatnya adalah Istighfar. Dan kita tidak ingin
saling menyalahkan, sehingga si pedagang datang dan berkata:”Kami tidak
diberi hujan karena para petani tidak membayar zakat.” Atau si petani
datang dan berkata”Kami tidak diberi hujan disebabkan kecurangan para
pedagang dalam mu’amalahnya.” Atau yang lain datang dan berkata”Kami
tidak diberi hujan disebabkan kebencian dan permusuhan antar tetangga atau
antar kerabat.”
Betul, semua ini adalah maksiat yang
besar, ia adalah sebab tertahannya hujan dari langit, dan sebab tidak
dikabulkannya do’a. Akan tetapi, siapa yang tidak terjatuh ke dalam salah satu
darinya, maka mungkin terjatuh ke dalam maksiat yang lain. Maka hendaklah
setiap kita memeriksa dosa-dosa kita dan bertaubat darinya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Renungan Kedua:
Sesungguhnya sekalipun besar
kelalaian kita, namun ampunan Allah luas, rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, dan
bahwasanya seberapa pun dosa seorang hamba, maka ia tetap tidak boleh berputus
asa dari rahmat Allah dan meninggalkan taubat. Dan sebab di antara terbesar
rahmat Allah dan turunnya hujan adalah takwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, bertaubat dari semua dosa dan amar ma’ruf nahi munkar.
Dan ketika hujan tertahan, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk beristighfar dari dosa-doas yang
menjadi penyebab tertundanya hujan. Dan Dia menjanjikan –Dan Dia tidaklah
mengingkari janji-Nya- hujan bagi siapa yang menekuni hal tersebut (istighfar )
dalam banyak ayat. Di antaranya adalah apa yang dikabarkan oleh Nabi Nuh ‘alaihissalam
dengan ucapan beliau kepada kaumnya:
“فَقُلْتُ
ٱسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُمْ
مُّدْرَاراً * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّـٰتٍ
وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً”
”
Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. maka aku
katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Al-Faruq (‘Umar bin al-Khaththab) radhiyallahu
‘anhu membacanya di atas mimbar ketika Istisqa’ (meminta hujan), kemudian
beliau berkata:
لقد طلبتُ الغيثَ بمجاديح السماء التي يُستنزَل بها المطر
“ Aku telah meminta hujan dengan “Majaadiihus
Samaa’” langit yang dengannya hujan diturunkan”
Majaadiihus
Samaa’ adalah bintang-bintang yang diyakini oleh bangsa Arab Jahiliyah sebagai
bintang yang bisa menurunkan hujan. Maka di sini ‘Umar radhiyallahu ‘anhu
menyerupakan Istighfar dengan bintang-bintang tersebut karena hal itu yang
dikenal oleh bangsa Arab.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman menghikayatkan ucapan Nabi Hud ‘alaihissalam:
“وَيَا قَوْمِ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ
مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ”.
” Dan (dia berkata):”Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada
kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)
Dan di dalam Sunan Abu Dawud dan
Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“من لزم الاستغفار
جعل الله له من كل ضيق مخرجا، ومن كل هم فرجا، ومن كل بلاء عافية، ويرزقكم من حيث
لا تحتسبون”.
”Barangsiapa yang senantiasa
ber-istighfaar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan jalan keluar
terhadap setiap kesulitan yang dihadapinya, kesembuhanan pada saat keresahan,
serta Allah akan memberinya rizki dari jalan yang tidak diduga-duga olehnya.”
Wahai
saudara kami yang mulia, sesungguhnya jalan yang paling singkat untuk
mendatangkan hujan adalah taubat dan inabah (kembali) kepada Allah,
membersihkan diri (jiwa), rumah dan pasar dari hal-hal yang mendatangkan
kemurkaan Allah, serta dengan memperbanyak istighfar.
Maka
mintalah secara berulang-ulang dan terus-menerus kepada Allah, karena Rabb
kalian tidak bosan dengan pengulangan permintaan hamba-Nya yang membutuhkan.
Dan mintalah kemurahan kepada Rabb kalian dari perbendaharaannya yang penuh,
yang tidak akan habis disebabkan banyaknya karunia yang Dia berikan.
Oleh
sebab itu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mensyari’atkan kepada kita ketika terlambatnya turun hujan untuk melakukan
shalat Istisqa’, atau berdo’a di atas mimbar pada hari jum’at, atau hanya
dengan do’a saja pada waktu sujud, atau di penghujung akhir shalat. Dan dalam
keadaan apapun maka semua itu boleh dan bagus. Hal itu disyari’atkan agar
manusia kembali kepada Rabb mereka, dan bertaubat dari dosa-dosa mereka.
Dan
Istighfar bukan sekedar lafazh yang diucapkan oleh lisan, dan shalat Istisqa
bukan sekedar adat yang dilakukan di negeri-negeri kaum Muslimin sebagai
kebiasaan, akan tetapi keduanya adalah taubat, penyesalan, ibadah dan
ketundukkan kepada Rabb semesta alam, serta perubahan dari suatu keadaan kepada
keadaan lain. Dan hendaknya keadaan kaum Muslimin setelah shalat Istisqa’ lebih
baik di bandingkan keadaan mereka sebelumnya, jika memang mereka benar-benar
jujur dalam taubat, dan mengakui dosa-dosa mereka.
Dahulu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya meminta hujan,
dan tidak berlalu waktu yang lama melainkan terbentuklah awan, dan turunlah
hujan mengaliri lembah-lembah dan celah-celah pegunungan. Hal itu karena beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam jujur kepada Rabbnya. Demikan juga para
Khulafa Rasyidin dan manusia sampai beberapa waktu yang lalu, mereka senantiasa
meminta hujan kepada Allah lalu mereka dikaruniai hujan karena kejujuran mereka
kepada Allah di dalam taubat mereka dan harapan mereka di dalam do’a mereka.
Adapun
jika do’a diucapkan dengan lisan yang dusta, hati yang lalai, perbuatan yang
rusak dan mereka terus-menerus bertahan dalam dosa dan kemaksiatan, tidak mau
merubah keadaan mereka. Maka mereka bisa jadi tidak dikabulkan do’a mereka.
Oleh
sebab itu, anda sekalian melihat manusia pada tahun-tahun terakhir ini meminta
hujan berkali-kali namun tidak dikabulkan permintaan mereka. Bukan karena
habisnya perbendaharaan (kekayaan) Allah, akan tetapi karena dosa manusia dan
kemaksiatan mereka. Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبُه .رواه النسائي وابن حبان
في صحيحه
“Sesungguhnya seseorang dihalangi
dari rizki disebabkandosa yang dikerjakannya.”(HR. Imam an-Nasa’i, dan Ibnu
Hibban dan dishahihkan olehnya)
Maka Allah tidak merubah kelapangan
manusia menjadi kesempitan, kesehatan mereka menjadi sakit karena Dia ingin
menyiksa dan menyakiti hamba-Nya. Tidak demikian, sekali-kali tidak demikian,
sesungguhnya Dia Mahabaik terhadap hamba-hamba-Nya, mencurahkan kepada mereka
kemurahannya, meliputi mereka dengan penjagaan-Nya, dan memberikan rizki kepada
mereka siang dan malam. Akan tetapi manusia hanya bisa mengambil dan tidak bisa
bersyukur, bergembira dengan kenikmatan-kenikmatan tanpa mengingat Sang Pemberi
nikmat tersebut. Dan ketika pengingkaran mereka sudah sampai batas ini maka
Allah jadikan bagi mereka sebagian hukuman yang menggiring mereka untuk kembali
kepada Sang Pencipta dan berlepas diri dari dosa-dosa dan kehinaan mereka.
Renungan Ketiga:
Sesungguhnya seorang muslim yang
hatinya diberi cahaya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat dengan
perasaan takut akan banyaknya shalat Istisqa’ yang kita lakukan namun sedikit
hujan yang diturunkan. Dan tidak ragu lagi bahwa di antara orang-orang yang
berdo’a ada orang-orang shalih.
Saudaraku karena Allah, hendaknya
kita perhatikan berapa banyak mereka yang hadir dalam shalat Istisqa’, kemudian
yang hadir, apakah mereka mempersiapkan diri untuk shalat Istisqa’ dengan
persiapan yang sebenarnya, yaitu mereka bertaubat dan meninggalkan
kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa mereka?
Ataukah mereka menghadirinya
sebagaimana mereka pergi untuk rekreasi, dan tidak merubah keadaan mereka? Dan
sesungguhnya di antara mereka ada yang mengangkat tangan mereka berdo’a kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tangan-tangan tersebut berlumuran
dengan riba, atau memakan harta anak yatim dan orang lemah, atau dosa-dosa dan
keslahan yang lain.
Apakah mereka keluar (untuk shalat
Istisqa’) hanya untuk menjalankan sunnah saja, ataukah mereka keluar dalam
keadaan telah merasakan dan menyadari makna ketundukkan, dan menampakan
kehinaan dan sikap butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Renungan Keempat:
Allah Yang Mahabijaksana dan
Mahamengetahui berfirman:
:”إِنَّ اللَّهَ
لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ”
”…Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. …. .”(QS. Ar-Ra’d: 11)
Dan
ketika seseorang memperhatikan apa yang berubah pada masuyarakat sehingga hujan
terlambat turun, maka ia akan mendapati hal yang mengherankan. Apakah para
rentenir (orang-orang yang memakan riba) sudah berhenti dari memakan riba?
Apakah orang yang meninggalkan shalat di masjid sudah berhenti dari
perbuatannya dan sudah shalat bersama jama’ah? Apakh manusia sudah membersihkan
rumah-rumah mereka dari sarana-saran yang mereka aqidah dan akhlak mereka dan
sudah mengganti perbuatan keji dan buruk mereka dengan membaca al-Qur’an?
Apakah para wanita sudah berhijab dan menutup aurat mereka? Apakah mereka sudah
menyambung tali kekerabatn (silaturahim) di antara mereka? Apakah mereka sudah
berbuat baik terhadap tetangga mereka? Dan apakah orang kaya mereka sudah
menunaikan zakat hartanya?
Jika
ia atau sebagiannya maka al-Hamdulillah, dan jika belum/tidak maka Laa Haula
Walla Quwata Illa Billaah.
Renungan Kelima:
Sesungguhnya tertahannya hujan dan
terlambatnya turun adalah salah satu ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ”
” Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah: 155)
Maka
hendaknya seorang muslim bersabar, khususnya orang-orang yang menderita
karenanya (menderita karena kemarau) seperti para petani dan pemilik binatang
ternak, maka bagi mereka pahal yang besar atas kesabaran mereka. Dan tidak
boleh baginya untuk marah (tidak ridha) karena terlambatnya hujan, karena kemarahan
akan mengilangkan pahala dan tidak bisa mempercepat datangnya hajat mereka.
Renungan Keenam:
Saudara yang mulia, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mengbarakan dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, bahwasanya
Dia lah satu-satunya yang menguasai hujan dan yang menurunkannya, dan
bahwasanya jka Dia mengannya dari kita, maka tidak ada satupun kekuatan yang
bisa menurunkannya:
أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ
بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ (21)
” Atau siapakah dia ini yang memberi
kamu rizki jika Allah menahan rizki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam
kesombongan dan menjauhkan diri.”
(QS. Al-Mulk: 21)
Dan Dia Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ (22)
” Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan) dan Kami turnkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu
dengan air itu,dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)
Dan
makna فأسقيناكموه adalah
kami menjadikannya (air hujan) tawar bagi kalian, memungkinkan bagi kalian
untuk meminumnya, seandainya Kami mau maka kami jadikan ia asin, tidak
memungkinkan kalian untuk meminumnya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Waqi’ah.
Dan makna وما أنتم له بخازنين adalah
Kami lah yang menurunkannya, menjaganya, menjadikannya bagi kalian sebagai mata
air, dan sumber-sumber air di bumi. Dan kalau Dia Tabaraka wa Ta’ala berkehendak
maka Dia akan menjadikannya meresap ke dalam bumi, dan hilang sehingga tidak
ada yang mengeluarkannya selain Dia Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana
firman-Nya Tabaraka wa Ta’ala dalam surat al-Mulk ketika memperingatkan
hamba-hamba-Nya:
“قُلْ أَرَأَيْتُمْ
إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ”
” Katakanlah:”Terangkanlah kepadaku
jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air
yang mengalir bagimu?.” (QS.
Al-Mulk: 30)
Sesungguhnya Dzat yang mampu menahan
hujan mampu untuk mengeringkan air dari sumur-sumur, sehingga manusia tidak
mampu mendapatkannya sebesar apapun usaha yang dikerahkan untuk mencari dan
mendapatkannya hingga mereka binasa karena kekeringan, binasa binatang ternak
dan perkebunan mereka. Wal ‘Iyaadzu Billaah.
Kemudian sumur-sumur ini ada yang
menjadi sangat asin, ada yang pahit dan sebagian besarnya tidak layak digunakan
oleh manusia. Apakah ini karena habisnya perbendaharaan (kekayaan) Allah
ataukah karena dosa-dosa dan maksiat yang sudah menjadi bagian dari balasan
untuk kita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“أَفَرَأَيْتُمْ
الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ أَأَنْتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنْ الْمُزْنِ أَمْ
نَحْنُ الْمُنزِلُونَ لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ”
” Maka terangkanlah kepadaku tentang
air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang
menurunkan Kalau kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah
kamu tidak bersyukur.” (QS.
Al-Waaqi’ah: 68-70)
Maka bertakwalah kepada Allah wahai
para hamba Allah, takutlah terhadap ancaman-ancaman Allah ini, bertaubatlah
kepada Allah, dan berdo’alah kepada-Nya agar menurunkan hujan kepada kalian,
karena Dia Mahadekat dan mengabulkan do’a orang-orang yang memintanya, dan tidak
akan rugi orang yang berharap kepada-Nya.
Dan hati-hatilah kalian terhadap
kerasnya hati ketika turun musibah, karena sesungguhnya ia adalah sebab
kebinasaan dan kehancuran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ” فَلَوْلَا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا
تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ” فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ
أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ
بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ”
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
(rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka
dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.Maka mengapa mereka tidak memohon
(kepada Allah)
dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi
keras dan syaitanpun menampakkan
kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. Maka tatkala mereka melupakan
peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan
untuk mereka;
sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa
mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-
An’aam: 42-44)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mencela kaum yang turun kepada mereka musibah dan kesusahan namun tidak
mengambil pelajaran darinya, tidak kembali kepada-Nya ketika berfirman:
“وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا
لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ”
Dan sesungguhnya Kami telah
menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Rabb mereka, dan
(juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri.” (QS. Al-Mu’minun:
76
Dan
semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam
(Sumber:
Dinukil dari:وقفات
مع تأخر نزول الأمطار Karya
Dr. Ahmad bin ‘Abdullah al-Yusuf di http://islamtoday.net/bohooth/artshow-34-11535.htm.
Diterjemahkan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)