ان الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على
الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا.
أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها للقائه
ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على
سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. فياأيها الناس اتقوالله
حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Ma’asyiral Musilimin Rahimakumullah
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang
Maha Indah yang ke-indahannya tak pernah menyusut walau dibagi kepada seluruh
warga jagad raya. Keindahan inilah yang membuat manusia betah berada di dunia
dan enggan meninggalkannya.
Semoga kita semua senantiasa diberi kesadaran
bahwa keindahan di dunia ini hanyalah sementara. Dan tidak menjadikanya sebagai
orientasi dan tujuan dalam hidup ini
وَلَا
تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلَا
تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا
Sholawat sinareng salam, mugiya dipaparinkeun
ka Rasululloh SAW, ka sadaya kulawargina, para sohabatna, para tabi’in anjeuna,
oge dugi ka sadaya ummat mantena di alam jagad raya ieu wabil khusus urang sadaya
nu nuju ibadah ka Alloh SWT.
Oge Khatib umajak khusus ka diri khotib umumna
ka sidang jumat rahimakumulloh tong bosen2 teras istiqomahkeun kaimanan sareng
kataqwaan urang ka Alloh SWT, supados urang kengeng sadaya rupi kahoyong urang
sadaya di dunia rawuh akheratna. Amin yaa Robbal’alamin
Hadirin Jamaa’ah Jum’ah Rahimakumuloh
Potongan do’a dina muqoddimah tadi :
وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا
أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ
لَا يَرْحَمُنَا
Yaa
Alloh, Janganlah Engkau jadikan urusan dunia sebagai cita-cita terbesar kami
dan sebagai puncak tujuan ilmu kami. Dan janganlah Engkau kuasakan atas kami
orang-orang yang tidak mengasihani kami.
Nampaknya sangat relevan dalam kehidupan kita
sekarang ini. Do’a pengharapan kepada-Nya agar senantiasa memberikan petunjuk
kepada kita, supaya tidak menjadikan dunia se-isinya sebagai cita-cita dalam
kehidupan dan orientasi dalam ilmu pengetahuan. Karena cita-cita dan ilmu
pengetahuan hendaknya digunakan untuk meniti jalan menuju kepada-Nya, bukan
mengabdi kepada dunia.
Namun, realita sungguh berbeda.
Kehidupan di sekitar kita akhir-akhir ini menunjukkan arah yang berlawanan. Dimana
elmu jeung dunya jadi patokan jeung ukuran kasusksesan kabagjaan di dunia, tapi
akherat teu dipalire pada ngararanteup. Sok perhatoskeun ku urang….
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Di suatu waktu Rasulullah saw. berbincang
dengan hangat bersama Abu Dzar al-Ghifari (salah sawios Sohabat Terdekat
anjeuna).
Hingga pada suatu saat, Abu Dzar al-Ghifari berkata kepada Nabi
S.a.w, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku."
Beliau bersabda, :
1.
"Aku wasiatkan
kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala
urusan."
Memang benar taqwa adalah pangkal segalanya.
Seperti firman-Nya: إن
أكرمكم عند الله اتقاكم
Namun taqwa itu bagaikan konsep teoritis
yang harus diterjemahkan biar mudah untuk diraih. Bagi kaum awam, taqwa itu
cukup sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Bagaimanakah caranya mengikat hati dalam
ketaqwaan kepada Allah swt? Sedangkan hati kita sering tersangkut dalam
kepentingan-kepentingan duniawi? Bagaimanakah caranya? Rasulullah tidak
menerangkan tentang hal ini, dan Abu Dzarpun tidak menanyakannya.
Mungkin bagi dia taqwa adalah perkara yang
jelas.
Namun marilah kita ikuti percakapan beliau
selanjutnya.
Lalu Abu Dzar pun kembali bertanya kepada Rasulullah "Ya Rasulallah, tambahkanlah wasiat apalagi yang penting setelah taqwa.".
Lalu Abu Dzar pun kembali bertanya kepada Rasulullah "Ya Rasulallah, tambahkanlah wasiat apalagi yang penting setelah taqwa.".
2. "Hendaklah
engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa
jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu
dilangit."
Ingatlah kita pada do’a khatmil Qur’an yang sangat masyhur
اللَّهُمَّ
ارْحَمْنَا بِالْقُرْآنِ, وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى
وَرَحْمَةً, اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِيْنَا, وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا
جَهِلْنَا, وَارْزُقْنَا تِلاَوَتَهُ آنَآءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ,
وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Keduanya bagaikan
deposito bagi diri kita, bunganya dapat dipergunakan untuk menerangi perjalanan
kita di dunia, sedangkan tabungannya adalah kekayaan yang dapat mengamankan
kehidupan di akhirat nanti.
Abu Dzar merasa masih ada hal lain yang hendak disampaikan Nabi Muhammad saw. iapun berkata meminta "Ya Rasulullah, tambahkanlah.".
3. Rasulullah
menjawab "Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa
itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah."
Tertawa adalah hal yang kelihatan sangat sepele, tetapi Rasulullah
saw melihat itu sebagai sesuatu yang memiliki dampak psikologis dalam jiwa
manusia.
Karena kebanyakan manusia ketika tertawa akan melupakan segala
kewajiban sebagai seorang hamba. Hal ini berbeda dengan model tertawa
Rasulullah saw seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits Abdullah bin al
Harits yang mengatakan, ”Tertawanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam hanya sekedar senyum." (HR. Tirmidzi)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah.” (HR. Tirmidzi)
Kalau demikian, apa maksud stasiun televisi berbondong-bondong menghadirkan acara humor, lawak ataupun ovj, stand up comedy, jeung nu lainna?
§
Bukankah itu sama
artinya sebuah usaha pembodohan?
§
Ataukah hanya
sekedar relaksasi dari kejenuhan hidup ini? Entahlah,……
yang Jelas
Rasulullah telah berwasiat demikian. Saya rasa kepercayaan kita kepada Nabi
Muhammad saw, jauh lebih bermanfaat dan mengatasi masalah dari pada berbagai
produser acara di televisi.
Sebagai muslim yang penuh kehati-hatian dan
ingin tahu Abu Dzar pun melanjutkan pertanyaanya kembali "lalu apa lagi ya
Rasulullah.?"
4. Rasulullah
saw pun menjawab "Hendaklah engkau pergi berjihad. karena jihad penting
pikeun ummatku."
Para sahabat bertanya, "Apa jihad besar itu?,
Nabi
SAW menjawab, "Jihaad al-qalbi (jihad hati).'
Di
dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-nafs". (lihat Kanz
al-'Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/265).
Masih ada lagi selain itu, karena Abu Dzar kembali meminta
"Lagi ya Rasulullah?"
5. Rasulpun
menjawab "Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan
mereka."
Jikalau
keempat hal yang telah lalu seolah sangat bersifat pribadi, maka kali ini
mencintai dan menggauli orang miskin membuktikan adanya unsur sosialis
yang tinggi dalam ajaran Rasulullah saw.
Mencintai
dan bergaul dengan orang miskin merupakan manifestasi dari kemanusiaan
seorang manusia. Dari berbagai ayat dalam al-Qur’an, kesemuanya menunjukkan
bahwa hubungan itu selalu dihiasi dengan pemberian dan pembagian.
Sebagaimana dalam surat An-Nisa’ 36.
36.
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman
sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang
mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang
Muslim dan yang bukan Muslim.
[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam
perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang
tidak diketahui ibu bapaknya.
Lalu Abu Dzar meminta lagi kepada Rasulullah saw dengan berkata
"Tambahilah lagi."
6. Rasulullah saw menjawab "Katakanlah
yang benar walaupun pahit akibatnya."
قل الحق ولو كان مرا
Karena
memang kebenaran bagi sebagian keadaan adalah kepahitan itu sendiri. Inilah
yang sedang terjadi di sekitar kita kali ini. Ketika kebohongan sudah
mengurat-nadi/mendarah daging, Seolah-olah kebenaran enggan menunjukkan diri.
Anu akhirna
Kadzholiman terus siga jadi bener jeung meunang.
Abu Dzar masih saja bertanya dan meminta,
“tambahlah lagi untukku!."
7. Rasulullah
pun menjawab "Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah
engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan.
Cukup
sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui
manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."
Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,
8. "Wahai
Abu Dzar,
§ Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau
bertadabbur (berfikir),
§ Tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta),
§ Tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik
akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar